Martyn Terpilowski, investor sekaligus CEO Bhumi Varta Technology (BVT), sebuah perusahaan penyedia perangkat lunak intelijen, menyoroti fenomena valuasi startup yang melonjak tinggi tanpa didukung model bisnis yang solid.
Valuasi sendiri adalah proses penentuan nilai suatu aset atau perusahaan secara objektif, yang dapat diterapkan pada saham, obligasi, properti, layanan, atau perusahaan.
Ia mencontohkan sektor teknologi seperti Farm Tech, Fish Tech, UMKM Tech, hingga financial technology peer-to-peer (P2P) lending, termasuk eFishery, sebagai contoh model bisnis yang dinilai tidak berkelanjutan.
“Apakah para investor benar benar mempercayai valuasi ini, atau hanya berniat menjualnya ke investor berikutnya?” tulis Martyn kepada Bloomberg Technoz, dilansir Senin (23/12/2024).
Martyn menegaskan, tidak ada startup yang benar benar mampu mencapai valuasi US$1 miliar hanya dengan dukungan modal ventura. “Daftar ini akan terus bertambah,” tambahnya.
Martyn menambahkan, banyak startup saat ini lebih fokus pada meledakkan valuasi dengan membesar besarkan potensi pasar daripada membangun bisnis yang berkelanjutan.
“Hal ini menciptakan situasi di mana orang merasa harus menipu atau melebih lebihkan agar bisa bertahan,” papar dia.
Menurut Martyn, suku bunga rendah bertahun tahun memperparah kondisi ini, memungkinkan startup menutupi kelemahan fundamental. Namun, ketika suku bunga naik, gelembung startup mulai pecah.
“Tragisnya, perusahaan dengan bisnis nyata justru kesulitan mengumpulkan dana karena mereka tidak menipu atau tidak memiliki koneksi ke alumni Ivy League di venture capital,” kritiknya.
Fenomena ini merusak citra Indonesia sebagai tujuan investasi, dan Martyn menegaskan, kegagalan IPO bukanlah kasus terakhir. Ia juga menyoroti fenomena “daur ulang” dalam ekosistem startup, di mana individu dari startup gagal kembali sebagai penasihat atau mentor tanpa bertanggung jawab atas kerugian sebelumnya.
“Kenyataannya, pasar butuh pemikiran jernih tanpa keterkaitan dengan masa lalu yang berantakan,” tambahnya.
Dalam kasus terbaru, startup akuakultur eFishery mengganti pucuk pimpinan. Gibran Huzaifah, CEO sekaligus pendiri, digantikan sementara oleh Adhy Wibisono sebagai Interim CEO, dan Albertus Sasmitra sebagai Interim CFO. Perubahan ini juga melibatkan Chrisna Aditya, mantan Chief Product Officer.
Meski begitu, eFishery belum mengonfirmasi alasan pemberhentian Gibran dan Aditya. Perusahaan menyatakan, “Keputusan ini diambil bersama shareholder untuk meningkatkan tata kelola perusahaan. Kami menanggapi isu yang beredar dengan serius dan berkomitmen menjaga standar tertinggi dalam tata kelola dan etika operasional.”
Pasca pengumuman, eFishery menutup jalur komunikasi resmi. Perusahaan menegaskan setiap pernyataan akan disampaikan melalui Coms external, dan menolak memberikan komentar terkait strategi bisnis pasca perubahan kepemimpinan.





